Jeju adalah keindahan alam, keindahan matahari terbit, dengan batu-batu terpahat alam.
Mengunjungi Pulau Jeju di Korea Selatan tidak cukup hanya lima
sampai tujuh hari, walaupun untuk berkendara dari ujung ke ujung pulau
itu hanya memakan waktu kurang lebih tiga jam. Banyak tempat wisata yang
wajib disinggahi di pulau sekitar 1.850 kilometer persegi, sekitar
sepertiga luas
Pulau Bali, itu. UNESCO memberikan tiga “mahkota” untuk pulau ini: World Biosphere Reserve, World Natural Heritage, dan World Geopark.
Jeju berada di kawasan iklim empat musim, tetapi suhu pulau ini tidak
pernah sampai minus, salju pun sangat jarang turun. Hanya di Gunung
Halla, titik tertinggi di Korea Selatan, ada salju. Namun, jangan mimpi
bisa jalan-jalan di Jeju dengan baju santai. Angin yang hampir selalu
berembus kencang menusuk-nusuk kulit membuat siapa pun di Jeju terpaksa
membungkus seluruh tubuh dengan baju tebal. Itulah kenapa Jeju disebut
Samda-do; artinya pulau banyak angin, batu, dan perempuan. Ketiga unsur itu simbol dari Jeju.
Geografi Jeju yang landai membuatnya sejuk karena embusan angin
Angin, ini karena Jeju berada di bagian selatan Korea, berbatasan
langsung dengan Laut Cina Selatan, tempat bertemunya arus dingin dari
utara dan arus hangat dari selatan, pertemuan yang menghasilkan angin
kencang. Lalu, karena Jeju pulau yang landai, tak bisa tidak angin
kencang akibat pertemuan arus panas dan dingin itu bertiup ke daratan
Jeju.
Batu. Jeju terbentuk akibat letusan Gunung Halla. Batu-batu yang
dilemparkan oleh gunung ketika meletus jatuh bertimbun di posisi Jeju
sekarang. Maklumlah bila 90 persen pulau ini terdiri dari batuan basal.
Hampir di semua sudut Jeju terlihat patung batu menyerupai totem,
berbentuk orang tua. Patung ini disebut “Dolharbang” atau “
Stone Grandfather”, “Kakek Batu”. Inilah ikon Jeju yang dipercaya membawa keberuntungan dan menjadi penolak bala.
Dolharbang, totem batu yang dipercaya membawa keberuntungan dan menolak bala.
Karena lahan Jeju adalah bebatuan, tidak banyak penduduk pulau ini
yang menggantungkan hidup dari pertanian. Tanaman yang bisa hidup di
pulau ini bisa dihitung dengan jari, salah satunya adalah jeruk keprok.
Pada musim dingin, ketika musim panen jeruk, konon pemandangan di
perkebunan jeruk sangat indah.
Kebun jeruk keprok banyak terhampar di Pulau Jeju.
Simbol terakhir adalah perempuan. Jeju dikenal sebagai “Pulau
Perempuan”, karena di siang hari, ke mana mata memandang jarang terlihat
kaum lelaki; yang ada kaum perempuan.. Ini bukan karena lebih banyak
bayi perempuan lahir di Jeju daripada bayi lelaki. Ini soal mata
pencaharian. Letak Jeju pada titik pertemuan arus dingin dan arus hangat
menyebabkan perairan pulau ini kaya ikan laut. Dan mengingat lahan yang
sebagian besar terdiri dari bebatuan, secara “alami” para lelaki
memilih laut sebagai tempat mencari nafkah. Alhasil, di malam hari para
lelaki melaut dan baru kembali menjelang fajar. Mereka lalu meringkuk di
kamar tidur, dan begitu pagi menjelang giliran para perempuan melakukan
berbagai kegiatan: ke kantor atau ke ladang. Inilah kenapa pada siang
hari yang banyak terlihat adalah kaum perempuan.
Populasi perempuan mendominasi jumlah pria di Pulau Jeju.
Bahkan dulu, 1960-an, para penyelam pencari tiram, rumput laut, dan
kerang adalah perempuan. Para perempuan penyelam ini dijuluki “Haenyeo”
atau “Perempuan Laut”. Hebatnya, “Haenyeo” hanya menggunakan peralatan
menyelam seadanya: pakaian serba-hitam serta sebuah kompresor dan selang
udara. Bahkan ada yang tanpa bantuan alat pernapasan apa pun, hanya
mengandalkan kemampuan menahan napas selama di dalam laut.
Dari pekerjaan yang penuh risiko itu Korea Selatan mampu mengekspor
hasil laut ke Jepang. Zaman berubah, “Haenyeo” pun surut, meski masih
terhitung banyak: dari sekitar 30.000 “Haenyeo” pada 1960-an, kini hanya
tinggal sekitar 5.000 orang. Beberapa lama lagi jenis mata pencaharian
ini tampaknya akan ditinggalkan; dua per tiga “Haenyeo” sudah berumur
lebih dari 60 tahun. Jarang generasi baru tertarik menjadi penyelam.
Triple Crown UNESCO designation
Gunung Halla tampaknya menjadi “pusat” segalanya di Pulau
Jeju. Dari keindahan alam sampai pada sumber kehidupan. Ini sebabnya
UNESCO menyatakan Gunung Halla sebagai
Biosphere Reserve pada 16 Desember 2002
. Dan lima tahun kemudian, 27 Juni 2007, UNESCO menambahkan sebutan untuk gunung ini: World
Natural Heritage Site.
Gunung Halla menjadi pusat kehidupan di Jeju.
Gunung Halla terletak tepat di tengah Pulau Jeju, dikelilingi oleh kurang-lebih 368 anak gunung
yang
disebut “Oreum”. Ekologi Gunung Halla sangat kaya: 1.565 jenis tumbuhan
dan 1.179 spesies hewan. Pada 1970, Gunung Halla ditetapkan sebagai
taman nasional.
Untuk menikmati keindahan Gunung Halla cukup mudah, yakni ikuti saja
jalur pendakian yang sudah tertata. Dengan jarak tempuh hanya 10
kilometer, Anda bisa menuju puncak dan kembali lagi ke bawah hanya dalam
satu hari. Namun, jangan lupa, cuaca di puncak gunung sangat labil.
Karena itu, persiapkanlah peralatan mendaki dan diri Anda sebaik
mungkin.
Pada 27 Juni 2007, UNESCO mendaftarkan Jeju Volcanic Island and Lava Tubes sebagai salah satu
UNESCO World Natural Heritage.
Pertimbangannya, banyaknya Oreum dan gua-gua bekas jalur lava, juga
keragaman hayati serta spesies yang ada di Gunung Halla. Jeju Volcanic
Island and Lava Tubes terdiri dari tiga situs: Mount Hallasan Natural
Reserve, Seongsan Ilchulbong (
Sunrise Peak), dan Geomunoreum Lava Tube System.
Ketika Gunung Halla meletus, 200.000 sampai 300.000 tahun yang lalu,
lava mengalir dari kawah menuju laut, membentuk jalur-jalur gua lava.
Itulah Geomunoreum Lava System, kini ada sembilan jalur, yang saling
terhubung. Gua lava terbesar dari Geomunoreum Lava System adalah
Manjanggul Tube dengan lebar 5 meter, tinggi rata-rata 10 meter, dan
panjang lebih dari 13.000 meter. Interior gua begitu indah, dengan
stalaktit dan stalakmit serta goresan-goresan di dinding yang seperti
dipahat oleh tangan.
Salah
satu alasan UNESCO memberikan penghargaan world heritage untuk Jeju
adalah karena alamnya yang natural. Seperti bentuk batu ini yang
terpahat oleh alam.
Matahari Terbit
Sementara itu, jika mau memandangi indahnya matahari terbit, datanglah ke Seongsan Ilchulbong, atau
Sunrise Peak dalam
bahasa Inggris. Tempat ini terbentuk sekitar 5.000 tahun lalu, sebagai
akibat erupsi di bawah laut yang menyebabkan naiknya dasar laut ke
permukaan—sama persis seperti terjadinya Pulau Samosir di Danau Toba,
Sumatra Utara. Seongsan Ilchulbong, 182 meter di atas permukaan laut,
berbentuk seperti mangkok atau trapesium, tempat paling indah untuk
menikmati matahari terbit di Korea Selatan. Tiap pergantian tahun,
banyak warga Jeju dan wisatawan lain yang datang ke sini dini hari untuk
melihat terbitnya matahari pertama di tahun yang baru.
Mahkota ketiga Jeju dari UNESCO adalah
World Geoparks.
Predikat tersebut diberikan pada 4 Oktober 2010. Geopark adalah sebuah
program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan para penduduk dengan
cara menjaga dan mengolah situs-situs geologi, yang juga bagian dari
warisan budaya. Di Pulau Jeju, sembilan situs geopark diharapkan menjadi
atraksi untuk turis: Mount Halla, Seongsan Sunrise Peak, Manjanggul
Cave, Seogwipo Stratum, Cheonjiyeon Falls, Jusangjeolli Cliffs, Mount
Sanbang, Yongmeori Beach, dan Suwol Peak.
Selain itu, nama Jeju pun semakin terpromosi di dunia internasional
karena terpilih sebagai salah satu dari tujuh pemenang kontes New 7
Wonders of Nature, bersama antara lain Pulau Komodo di Indonesia.
Ada sebutan lain untuk Pulau Jeju, yakni
Sammoo-doI. Artinya,
“tidak ada pencuri, tidak ada pengemis, dan tidak ada pagar depan
rumah.” Di pulau berpenduduk sekitar 500.000 orang ini, para turis akan
merasa aman seaman-amannya, sementara mereka mereguk keindahan alam yang
serasa tak habis-habisnya itu.
MICE di Jeju
Selain memiliki destinasi wisata yang beragam, Pulau Jeju pun
menawarkan fasilitas-fasilitas MICE kelas internasional: mulai dari
hotel bintang lima yang beragam hingga
convention center bertaraf internasional. Dengan alamnya yang unik itu, kegiatan
meeting atau
event pun kerap diadakan di luar ruang.
Pada 2010, Jeju menempati peringkat ke-27 di dunia dan ke-7 di Asia
sebagai kota konvensi internasional berdasarkan hasil riset oleh The
Union of International Associations (UIA). Bermula dari kota tujuan
wisata alam, Jeju perlahan namun pasti mulai menjadikan MICE sebagai
jualan utamanya. Ini dimulai pada 2003, dengan dibangunnya International
Convention Center (ICC) Jeju, gedung pameran terbesar di pulau ini.
Lalu, pada 2005 dibentuk Jeju Convention Bureau oleh Pemerintah Provinsi
Jeju. Dan akhirnya pada 2006, Jeju dijadikan kota konvensi
internasional oleh Kementerian Kebudayaan dan Wisata Korea Selatan.
International Convention Center Jeju menjadi salah satu urat nadi MICE di pulau ini.
Sebermula MICE di Jeju sekadar “jalan”, namun kini MICE di Jeju
mulai berlari. Beberapa acara internasional pernah diadakan di Jeju.
Antara lain, ASEAN-Korea Commemorative Summit (pada 2009) dengan jumlah
partisipan 6.000 orang; International Conference on Composite Materials
(2011); Summit Talks of China, Japan, and South Korea (2010); The 58
th session of the WHO Regional Committee for the Western Pacific (2007).
International Convention Center (ICC) Jeju menjadi pusat MICE
sekaligus gedung konvensi terbesar di Pulau Jeju. Di ICC terdapat 6
hall dan 17 ruang
meeting. Di gedung lima lantai ini,
hall
terbesar adalah Tammna Hall (4.061 meter persegi) yang berada di lantai
lima dengan kapasitas 4.300 orang duduk berderet (teater).
Menyelenggarakan
meeting atau
wedding dengan latar
belakang laut menjadi sajian yang luar biasa indah dan khas Jeju. Selain
itu, di lantai dasar gedung ini juga terdapat
duty free shop dan
beberapa gerai makanan dan minuman, yang membuat gedung ini tetap ramai
dikunjungi orang walaupun sedang tidak ada acara di gedung ini. ICC pun
menyediakan jasa PCO (
Professional Conference Organizer)
untuk mengatur sebuah
event. Untuk mencapai ICC diperlukan waktu 40-50 menit naik mobil dari Bandara Internasional Jeju.
Berada di Jungmun Tourist Complex, ICC berdekatan dengan fasilitas
lainnya, seperti hotel berbintang, wisata pantai, museum-museum, dan
obyek wisata lainnya. Jadi, di Jungmun Resort ini, para peserta MICE
mendapatkan segala kebutuhan yang diperlukan dalam satu tempat yang
berdekatan.
Selain di ICC Jeju, masih ada banyak pilihan hotel berbintang yang menawarkan
ballroom berbagai ukuran untuk menyelenggarakan
meeting, misalnya Jeju Grand Hotel, Lotte Hotel Jeju, The Shilla Jeju, Hyatt Regency Jeju.
Jeju juga memiliki beberapa tempat
outdoor unik untuk mengadakan suatu
event.
Sebut saja Bonsai Spirited Garden, Jeju Stone Park, Pacific Land,
Yeomiji Botanical Garden, dan Park Southern Land. Dengan mengadakan
pertemuan di area
outdoor, acara menjadi berkesan, juga sambil mengendurkan saraf yang tegang ketika berbisnis.
Hon jeo op seo ye ‘Selamat datang di Jeju’.